contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

23 July 2009

Yup, revenge is sweet. Balas dendam itu bikin puas, apalagi bagi orang yang merupakan seorang pendendam.Secara sadar atwpun ga, mungkin kita termasuk seorang pendendam. Bukan dalam hal mendendam kaya di film2 yang mesti berdarah2, ngebunuh2 atw semacemnya, contoh kecil mungkin dengan ngurangin perhatian terhadap seseorang. Kita secara sadar maupun ga, pengen si orang yang nyakitin kita ngerasaan apapun hal yang bikin kita sakit. Contoh kecil dicuekin.

Hal kecil dan sepele, tapi bisa bikin kita bt. Mungkin karena ga sengaja temen kita karena lagi sibuk jadi ga terlalu merhatiin omongan kita, tapi kita ga terima. Dan tentunya…. bagi seorang pendendam, pasti bakal mikir “lu mesti rasain apa yang gw rasain, rasakan inih!!!!”. Hehehehe…. Setelah dendam terbalas, barulah hati ini merasa puas… Ya kan? Pernah ngerasa kaya gitu??

Bagi yang ga tau dia lagi didendamin, mungkin bakal ngerasa aneh. Knapa toh orang ini , ko tiba2 berubah. Sedangkan ma orang lain selain kita biasa2 aja. Well, mungkin aja lu lagi didendamin ma temen lu. Buat yang nyadar dia lagi didendamin, yah…sebaiknya segera minta maaf. Sukur klo tau salahnya apa, klopun ga tau better for asking the problem straight away.

Nah bagi yang lagi mendendam… Dendam itu enak, tapi ga baik… Gw sangat2 tidak merekomendasi untuk mendendam terhadap seseorang sahingga bisa nyebabin silaturahmi diantara lu jadi renggang, bahkan putus :( . Jangan sampe dech… Cobalah untuk berjiwa besar, memaafkan tidaklah susah klo kita mengijinkan hati kita untuk memaafkan.

Setiap orang pasti punya salah, baik kecil maupun besar. Setiap orang pasti punya sifat jelek, udah dari sononye kali. Tapi berilah kesempatan, kesempatan kepada seseorang yang pernah bikin salah ma kita, bikin hati kita jengkel, kesel, marah, bahkan sakit. Berikanlah kesempatan itu, karena siapa tau kesempatan yang kita berikan itu jadi kesempatan yang terahir kita berikan atw yang orang itu terima. Toh kita ga tau umur kita sampe mana. Ga ada salahnya untuk mencoba… mencoba memberi maaf dan kesempatan. Tuhan juga Maha Pemaaf kan? :)

Mungkin gw termasuk orang yang mendendam, dan mungkin secara sadar atwpun ga gw lagi mendendam. Mungkin juga gw lagi didendamin, secara sadar atwpun juga ga.

Please forgive me.. :)

0

Ugh

ugh, capek sekali

capek badan
capek pikiran

ugh, sudah tak mampu lagi
sekedar untuk capek hati
apalagi harus terus menanti

ugh, letih asa kurasa
tak mau lagi berpura-pura
apalagi mengada-ada

0

Aku suka pagi dengan rasa dingin menusuk yang terganti perlahan oleh semburat hangat senyum mentari.

Aku suka pagi dengan embun2 basah dan sinar matahari yg masih malu2 menyapa diantara rerimbunan daun dan kicau merdu burung bernyanyi.

Aku suka pagi dengan kuap yang tertahan, tarikan badan perlahan dan langkah limbung malas menuju kamar mandi.

Aku suka pagi dengan aroma kopi panas dan roti bakar di atas meja serta riuh aktivitas manusia bergegas menjelang hari.

Aku suka pagi dengan dengung padat lalu lintas ibukota dan wangi sabun mandi yang menguar di dalam sesaknya metro mini.

Aku suka pagi,
karena pagi adalah awal hari yang dengan terpaksa selalu tergesa kuakhiri.

0

Aku kehilanganmu di hari itu

Di mana matahari bersinar redup
Dan awan hujan menari di atasku
Sampai terakhir kau melangkah pergi
Tak setetes pun air jatuh menyapa kita

Air mataku luruh seperti butiran hujan
Mengalir hingga ke tepi bibirku....
Yang tak bicara untuk menahanmu pergi
Namun menyayat dalam setiap sudut hatiku

Aku kehilanganmu di hari itu
Saat tak ada burung yang bernyanyi
Bahkan untuk sebuah lagu sedih
Menemani daun yang tertiup mesra oleh angin
Aku akan merindukanmu...

Namun percayalah cinta, percayalah hari itu tak kan terlupa.

Karena, ....aku kehilanganmu di hari itu.

0

Semua hari-hariku yang diisi oleh senyummu telah pergi

Itu terjadi hanya seperti sebuah mimpi, datang dan pergi terlalu cepat
Saat itu ketika kau menunjukkan senyummu yang lembut kepadaku
Aku mendadak mengerti betapa berharganya hidupku ini

Aku menatap kepada langit yang gelap, tanpa satu bintangpun
Begitu kesepian dan suram tanpa sedikitpun cahaya
Menyadari bahwa langit sedang menemani diriku yang kesepian
Aku berbisik kepada langit, apakah ku salah jika ku mencintainya?

Aku sepenuhnya mengerti bahwa aku takkan pernah menjadi satu-satunya di hatimu
Aku telah menyaksikannya dengan mataku sendiri bahwa kau sudah mencintai orang lain
Tapi mengapa, jauh di dalam hatiku, aku tetap mengharapkannya?
Aku mengira-ngira, akankah aku mampu untuk melepaskanmu?

Satu-satunya hal yang seharusnya kuharapkan adalah kebahagiaanmu
Tapi mungkin itu aku yang terlalu egois, terlalu buruk aku tidak mengharapkannya
Aku hanya mengatakannya, tapi aku tahu yang sebenarnya kuharapkan adalah untuk mengulang hari-hari itu
Yang aku mau hanyalah untuk merasakan kebahagiaan itu lagi, bersama denganmu

Bagaimana bisa aku berkata 'aku mencintaimu', tapi aku bahkan tak mampu untuk membuatmu tersenyum
Maaf kalau aku tetap dengan beraninya mencintaimu dengan semua ketidakmampuanku untuk mengerti dirimu
dan apakah ku salah jika ku merindukanmu dan semua hari-hari itu?
Mungkin aku hanya diijinkan untuk memandangmu dari kejauhan

Tolong percaya padaku, itu bukan keinginanku untuk tetap mencintaimu
Karena aku tahu, mencintaimu hanya akan membawa kepedihan bagi kau dan aku

0
15 July 2009

Tegar........Tak terbayang di benak; ketika seorang ayah meletakkan anaknya di rel kereta api dan membiarkannya terlindas. Hilanglah kakinya yang sebelah kanan. Menangislah sekeras-kerasnya, hingga sampai ke ulu hati. Sakitlah fisiknya, sakitlah hatinya, sakitlah emosinya. Ayahnya kabur, melarikan diri, seolah dia bisa bersembunyi dari Tuhan.

Awalnya, adalah pertengkaran antara kedua orang tuanya. Ayahnya mengancam untuk bunuh diri bersama salah satu anaknya. Ibunya memilih untuk meredam pertengkaran dan kembali menjadi isteri. Tak berhenti, seperti api dalam sekam, emosi bisa bangkit seketika, ego bisa menjadi tuan dalam sekejap.

Pertengkaran muncul lagi, dan kini sang ayah mengambil tindakan di luar perikemanusiaan. Membawa anaknya ke rel kereta, meletekannya dan membiarkannya terlindas kereta api.

Seolah sang ayah bisa sembuh luka emosinya dengan melihat anaknya yang terlindas kakinya. Padahal, sesungguhnya, luka emosinya makin dalam, sedalam-dalamnya; sesungguhnya dia tak hanya sedang melukai anaknya, akan tetapi dia sedang membangun kuburan emosinya sendiri.

Tegar, nama anaknya, setegar saat ini; bertanya kepada ibunya…

“dimana kaki saya…?”

Ibunya tak bisa menjawab. Dia tak bisa mengembalikan kaki Tegar, yang dia bisa adalah memberikan kasih sayang lebih kepadanya. Tanpa kaki tapi dengan kasih sayang, bisa jadi Tegar akan setegar sosoknya.

Ayahnya kini entah dimana, bersembunyi dengan luka emosi yang setiap detik akan semakin menganga. Entah pengadilan apa yang akan dilaluinya di dunia dan entah pula di akhirat kelak.

0

Links

Followers